Pages

Jumat, 16 Januari 2009

Blue Print Sistem Informasi (aplikasi) e-Government




· 1. Dari berbagai sektor pembangunan nasional, pengembangan Teknologi Informasi Pemerintah, khususnya e-government merupakan salah satu sektor yang terus berjalan dengan landasan hukum dan standarisasi teknis yang sangat minim. Bahkan terkesan pengembangan Sistem Informasi e-government dibiarkan mencari bentuk sesuai dengan kemampuan pengelolanya.

· 2. Dari berbagai sektor pembangunan nasional, pengembangan Teknologi Informasi Pemerintah, khususnya e-government merupakan salah satu sektor yang terus berjalan dengan landasan hukum dan standarisasi teknis yang sangat minim. Bahkan terkesan pengembangan Sistem Informasi e-government dibiarkan mencari bentuk sesuai dengan kemampuan pengelolanya.Kebebasan berimprovisasi dalam pengembangan e-government berbalut otonomi daerah, serta belum adanya regulasi yang mengatur standard pengembangan e-government secara nasional menyebabkan setiap lembaga pemerintah, baik pusat maupun daerah mengembangkan e-government hanya untuk kepentingan sektor masing-masing.Kepedulian untuk mendukung atau meminta dukungan dari lembaga pemerintah lain yang secara logis menjadi kunci utama atau pendukung operasionalisasi e-government lintas sektoral sulit diwujudkan karena regulasi, job description antar lembaga pemerintah hingga kemauan para pengelolanya belum terbangun secara matang. Hasilnya, saat ini telah terbangun pulau-pulau informasi pada berbagai level.Pulau-pulau informasi tersebut pada akhirnya akan melahirkan biaya tinggi ketika kesadaran untuk melakukan integrasi e-government harus diwujudkan. Biaya yang semestinya tidak diperlukan bila regulasi dan kesadaran yang mewajibkan setiap pengembangan aplikasi e-government baru untuk menyesuaikan dan mengintegrasikan dengan berbagai aplikasi yang sudah ada sebelumnya, sudah terbentuk.

Domain e-government

Dalam pengembangan e-government nasional, pada dasarnya kebijakan integrasi aplikasi dan database berarti membangun saling keterkaitan fungsional sesuai tugas pokok dan fungsi kelembagaan. Database yang dihasilkan oleh lembaga yang satu mempengaruhi database lembaga lain. Informasi yang dihasilkan oleh lembaga pemerintah yang satu dapat, bahkan harus menjadi data bagi aplikasi e-government yang dioperasikan oleh lembaga pemerintah yang lain.

Dengan konsistensi kerjasama lintas lembaga pemerintah dalam operasional dan sikronisasi database e-government, sangat diyakini bahwa duplikasi data dan validitas data dapat dihindari. Sebagai contoh, lembaga pemerintah yang berwenang mengeluarkan data kependudukan hanya dinas kependudukan. Sistem Informasi Kesehatan yang dioperasikan oleh Dinas kesehatan harus mengacu pada produk Sistem Informasi kependudukanpada dinas kependudukan. Begitu juga Dinas kesejahteraan rakyat, dinas pendidikan, dan lain-lain.

Intinya, komponen yang menyangkut data manusia/personil harus mengacu data yang dihasilkan Sistem Informasi Kependudukan. Bukannya melakukan entry sendiri, yang berdampak jumlah penduduk yang dihasilkan antar dinas akan berbeda. Dengan demikian, database kependudukan merupakan satu domain tersendiri. Database kependudukan dihasilkan oleh Sistem Informasi Kependudukan.

Semua lembaga pemerintah non kependudukan harus menempatkan diri sebagai pengembang Sub Sistem Informasi sektoral, yang secara teknis melengkapi data kependudukan dengan atribut-atribut sektoral. Dinas/Departemen Kesehatan melengkapi dengan atribut-atribut kesehatan (seperti rekam medik), Dinas/Departemen Pendidikan melengkapi data penduduk dengan atribut-atribut pendidikan, dinas/departemen lain melengkapi dengan atribut-atribut ketenagakerjaan, pajak-pajak, inventory, dan lain-lain. Dengan demikian konsistensi Single Identity Number mungkin diwujudkan. Nomor Induk Kependudukan (NIK) merupakan primary key, dan nomor-nomor identitas lain yang bersifat sektoral merupakan secondary key.

Domain berikutnya adalah Domain Keuangan. Keuangan merupakan satu domain mandiri, meski pada beberapa sektor memiliki keterkaitan dengan komponen lain, seperti komponen kependudukan, inventaris (properties) dan geographical. Saat ini masih terdapat perbedaan kode berbasis keuangan, diantaranya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi obyek human (manusia) dan nomor inventaris bagi barang bergerak/tidak bergerak (aset). Sementara dalam sistem penganggaran, dikenal dengan nomor rekening. Memang secara teknis masing-masing nomor memiliki fungsi yang berbeda, namun basis dasar aktifitas ini adalah nominal value.

Sistem Informasi Keuangan merupakan hulu dengan hilir bercabang pada banyak sektor, seperti pendapatan daerah, aset, pajak dan retribusi, dan lain-lain. Dalam beberapa sektor, domain keuangan memiliki interelasi kuat dengan database lain, sehingga tidak menutup kemungkinan pada beberapa sektor, seperti perpajakan, juga menjadi sub Sistem Informasi dari kependudukan dan penggajian yang menjadi sub sub Sistem Informasi kepegawaian. Namun kenyataannya, memang tidak semua komponen berbasis keuangan dapat dirujukkan dengan domain kependudukan, seperti sub Sistem Informasi aset.

Domain ketiga adalah Domain Potensi. Domain ini merujuk pada wilayah yang berhubungan dengan resources non keuangan dan human resources, seperti produk komoditas pertanian, peternakan, landmark (sungai, gunung, hutan, dan lain-lain), dan sebagainya. Masing-masing resources memiliki kode yang semestinya distandarisasi, sehingga dalam manajemen potensi dapat diintegrasikan. Misalnya, produk Sistem Informasi Potensi Daerah dapat disinergikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Produk komoditas dapat dipetakan dalam areal tertentu melalui peta digital, dan lain-lain.

Sistem Informasi Potensi ini dirujuk oleh berbagai sub Sistem Informasi, antara lain: Sistem Informasi Pertanian dan kehutanan, Sistem Informasi Geografis, Sistem Informasi Pertanahan, Sistem Informasi Kelautan, dan lain-lain. Dengan demikian, setiap pengembang aplikasi mesti merujuk dan mengambil data yang diproduksi oleh Sistem Informasi Potensi.

Standarisasi teknis dan interoperabilitas menjadi syarat mutlak supaya antar Sistem Informasi maupun antar sub Sistem Informasi dapat saling berkomunikasi antar domain, maupun internal domain.

Dari uraian di atas, kita dapat memfokuskan pengembangan dan mengatur keterkaitan tugas pokok dan fungsi lem pemerintah yang satu dengan lembaga pemerintah yang lain. Dalam prakteknya, saling keterkaitan database e-government akan melahirkan saling ketergantungan dan saling mendukung antar tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah.

Dengan melakukan penataan yang tepat dalam setiap pengembangan e-government melalui pola di atas, step by step pengembangan aplikasi e-government dapat dilakukan. Misalnya, aplikasi kesehatan tidak seharusnya dibangun apabila sub aplikasi kesehatan, seperti aplikasi puskesmas, RSUD, apotik, dan lain-lain belum ada. Aplikasi penggajian baru dapat dibangun setelah aplikasi kepegawaian telah berjalan dengan baik. Aplikasi ketenagakerjaan belum saatnya dibangun bila database kependudukan belum ada, dan lain-lain.

Standarisasi dan regulasi yang mengatur inter-relasi dan integrasi database e-government sudah seharusnya diprioritaskan untuk disusun, karena tanpa adanya ketegasan pemerintah untuk mengatur tata integrasi database nasional, integrasi database nasional sulit diwujudkan. Dan regulasi interelasi dan integrasi database tidak berarti intervensi terhadap otonomi daerah. Namun justru mengarahkan otonomi daerah pada kesatuan nasional, melalui e-government.

Tidak ada komentar: